Senin, 31 Agustus 2009

Khasiat Malam

tak tahu lah..

inspirasi banyak datang di waktu nampaknya rembulan,

ketika itu Tuhan turunkan mimpi-mimpi pada setiap pikiran yang lelap

setelah itu para makhluk hanya terlena

membiarkan mimpinya berhamburan, melayang-layang di udara

tanpa gerak untuk mewujudkannya, jika mimpi itu indah

atau mengantisipasi jika yang terlihat adalah sebaliknya, agar bisa mengelak darinya

mimpi-mimpi di awang-awang itumenjadikan udara malam sebagai lautan imajinasi

tempatku kini menambang inspirasi

menghirupnya

menghembuskannya sebagai ide

mewujudkannya dalam karya

Sabtu, 08 Agustus 2009

Anak Tikus-Anak Merpati

di atas sana putih merpati melayangkan hujan rembulan

sepertinya indah tapi mematikan

di bawah sini, bersama sang hijau memburuhlah tikus

menjilat kaki para putih itu

anak tikus menjadi santapan putra-putri merpati.

Sesaji Buta

larungan sesaji memborok bobrok kesejatian

menyembahkan diri dalam laut berkabutan

ombak merintang sesaji buta, yang tak tahu untuk apa

Tuhan tak mungkin menginginkannya, setan tak meminta

karena airmata adalah harga,
darah berharga murah,
nyawa tak berharga,
harga diri adalah sesaji.

Senin, 29 Juni 2009

swarnabumi

tahukah tanah hitam ini adalah surga?
tahukah laut biru ini adalah muara rahmat-Nya?

dimana ikan-ikan bisa bergurau dengan bebatuan,dalam aliran jernih nan suci

dimana tiap biji yg teronggok akan menjelma jadi belantara

nirwana khatulistiwa,ini surga di dunia

titik-titik hijau mengerumun memijak biru yang tak berbatas,layaknya untaian zamrud maha mulia

istana Tuhan untuk makhluknya.

Sabtu, 27 Juni 2009

bagiku

pada kedudukan cinta sebagai peruntungan, maka kini aku merugi

jika cinta adalah sebuah jalan, maka sekarang aku tersesat

jika cinta adalah penantian, maka aku telah terlambat

ketika cinta menjadi peradilan, maka akulah terhukum

ketika cinta adalah kebenaran, maka aku fantasi

sesaat putih menjadi setia kepada langit. Sebentar ia terlelap di palsunya.

untukku

Senin, 08 Juni 2009

aku sampah

aku sampah
aku makan dari hasilku mengais
kubagikan pada anak istriku,enak,kata mereka
bak sampah adalah kafeku,tempat dimana orang menjenuhkan hidup
melukiskan senyum di bawah jingga

aku tinggal di dalam sampah
atap kertas membuat sengat siang tak mampu menyentuh
bahkan elang enggan. mencium tikus d kolong istanaku
cukup kantong semen yang menahan kami dari mati
menidurkan bayiku di atas perapian hina

tubuhku berbalut sampah,bercetak versace
mobilku dari barang daur ulang, bersimbol mercedez

akulah sampah
lebih sampah dari sampah
aku makan disuap tangan pemungut sampah
aku minum berteguk keringat pemulung

aku bertuhan pada sampah
aku sampahnya sampah

Jumat, 05 Juni 2009

minus

jalanan, mengusik beburungan untuk melayang jauh tinggalkan tepian

ekspresi dari kemajuan manusia
juara kompetisi di segala bidang
yang merajam kami tanpa ampun

tak ada kata cukup
tiada lagi terdengar kabar dari merpati, mungkin sayapnya patah, sekarang bersautan sinyal untuk menggantikan
dari frekuensi ke frekuensi

apakah itu terdengar heroik bagimu?

tidak untukku

Selasa, 02 Juni 2009

alunan pentas

musik, tak haruslah kau berhenti saat lagu berakhir

ketika syair-syair lelah berpuisi, teruslah berjalan, hingga pentas turunkan tirainya

biarkan dirigen mendekap tangannya

teruslah kau berdendang

hiruplah nada-nada itu, lalu hembuskanlah simfoni

alunkan musikmu, tak usah kau hirau jika lampu sorot tak menyapamu

tetaplah di jalanmu, mainkan intro, suarakan chorusmu, ayunkan reffrainmu

ketika semua padam nanti

melayanglah bersama riuh tepuk tangan penonton...

Sabtu, 30 Mei 2009

si pengkhayal

kebutaan tak membuat ia lupa jalan

ia yg dituntun oleh fantasi

selalu terbang bersama khayalan

membumbung tinggi bersayap imajinasi

religi sudah basi

ia yang bosan dengan cobaan

yang mencoba menyairkan takdir dengan bahasa mimpi

ia lah aku

Jumat, 29 Mei 2009

Wine

Wine membuat bulan tak berjalan, menidurkan mentari sepanjang siang

orang yang diberkati
menikmati reguk demi reguk meresapi tiap teguk

orang yang mengklaim dirinya bisa menarik siang dengan rafia
berpagut serapah dengan para pemilik cangkul

ini bukan nada-nada ketidakadilan
cuma bukti dari ketimpangan

wine menyajikan pesta gembira
di tempat lain segelas teh jadi oase

Wahai Empunya Semesta, ampuni mereka, orang yang Kau berkati.

Asap

kuserahkan hidup demi asap

asap-asap bergeliat di paru yang sekarat
seolah mampu mengangkat derajat

mulai menjambak leher kini

aku mulai bosan dengan simfoni kemiskinan
biar asap mengakhirinya perlahan
ketika asap bergeliat, aku serasa mermaid di tepi jalanan
Tuhan, aku bukan perengek nasib

lihat, duniaku berputar meski beberapa pon asap di dadaku
dada ini tetap lapang, meski cuma Kau isi asap
aku lelah berzikir, kau tetap memberiku mimpi, seperti asap-asap itu
yang hilang di dekap waktu

bagi beberapa yang lain, asap adalah ekspresi, untukku asap bagian dari ekspektasi
potongan dari imajinasi
asap mengantarku, sampai tanah membakar jasadku.

Palem

guna apa dia

palem yang sendiri terpaku
dalam sepi yang sejati
kadang angin menghampiri, memberi riuh yang semu

palem tertunduk malu
ia sadar daunnya tak meneduhi, buahnya tak diingini
tubuhnya pun tak sekuat jati

palem terluka
tak ada yang peduli
ia serahkan dirinya menjadi santapan petir,
"itu lebih baik, daripada membiarkan teman-teman rumput di bawah sana terlecut petir", katanya

palem tak boleh mati
sekeluarga merpati mulai menganyam jerami di sela daunnya
menjadikan palem rumah mereka
hidup palem kini berarti
palem tak boleh mati

Kamis, 21 Mei 2009

syukur

apa daya saat ini harapan-harapan serasa hanya melayang

jauh dari rengkuhan walau galah sudah diayunkan

kegagalan sekarang membuatku semakin jauh dari langit

semakin terjerembab terinjak

oleh cerca lidah yang bertuan takabur

di hati hanya bisa bergumam, apa yang sebenarnya Tuhan berikan?

sampai aku terantuk kalimat, apa yang telah kuberikan pada-Nya?

aku terdiam

Rabu, 20 Mei 2009

kesumat

di sela jemari, masih tersisa darahnya

lengket,amis sebusuk ketika nyawa masih menempel di kulit arinya

noda di sana sampai tak sampai hati untuk menciutkan diri

ketika matanya kembali terbelalak, menyusul kemudian gemuruh gelegak

dari ujung-ujung kuku tetes-tetesnya mengalir deras

dia yang mencabik habis dagingku
dia yang menyeruput perlahan darahku
dia yang mengerat santai rusukku
dia yang mengiris sendiku

kini darahnya mengalir, di tanganku

Selasa, 19 Mei 2009

sin

pijak-pijak kaki di pematang kisah meninggalkan seberkas jejak

tapak-tapak yang berbicara tentang dosa
membaurnya keangkuhan dan khilaf

sebersit maaf samar terdengar dari balik diafragma yang sekarat

sesal tak perlu dinanti, membuat tapak-tapak itu terlihat jelas

kepastian mungkin

liang lahat itu sudah bisa kulihat

aku tak tahu jarak pastinya
yang pasti aku akan terbaring disana

mungkin setelah, kuterbangkan semua di hatiku menggaruk emas di langit kesempurnaan

mungkin setelah tangan-tangan yang pernah memapahku telah mengangkatku ke tahta kesenangan

mungkin setelah kulekatkan namaku di terang lazuardi

mungkin setelah kupuaskan dahagaku akan kepalsuan

mungkin setelah warna-warna pelangi cinta tak lagi membusur di horison pilu

atau mungkin sebelum semua itu
mungkin sekarang.

Sesuatu dari yang Lalu

mungkin saat ini tetap pada pendirian,yang lalu biar berlalu

sampai kemudian menoleh,menyapa tiap jajar kenangan yang seakan kokoh terhembus angin

tertulis dengan aksara asmara yang melekat, dengan tinta pekat ketulusan semua itu

sampai sekarang, dimana masa depan adalah tujuan,bukan pertaruhan, aku yakin

sampai tak nampak lagi apa yang dicari, sama sekali pergi

aku masih saja berjalan menoleh

berharap temukan sapu penyesalan dari semua yang tertulis di jajar kenangan itu

entah

Minggu, 17 Mei 2009

Misi-Fiksi

Persaingan hanya menyebabkan kekalahan.

Kebijaksanaan menghasilkan kemenangan tanpa mengalahkan.

si pecundang kini hanya terlindung awan hitam penderitaan, dia yang menang mabuk oleh arak keangkuhan.

Nurani terlebur picik, oleh sinis mata yang berulang kali mendetak tanah.

Sang pemenang sudah terbang.

Sabtu, 09 Mei 2009

Setelah Mati Perang

Hanya suara tembakau terbakar yang membisik dari balik tembok bambu. Malam ini begitu mencekam, suara tangisan pohon yang memilukan, bau-bau anyir beterbangan. Nyawa-nyawa telah mengawang-awang tadi siang. Sekarang asap mulai membumbung deras mendaki udara. Tadi siang begitu menakutkan. Malam ini masih mencekam. Masih terus terdengar denyut-denyut kecil dari timah panas yang tadi pagi mulai bertubrukan. Ini sekedar perang. Tadi baru semua pergi. Selamanya.

curhat 1

tau ga tmen2 q msi inget saat2 pling buruk, sedih, etc lah..dlm hmpir 20 tahun q hidup.

first, wktu kakakq mninggal,..wktu itu 18 April 2002, q msi inget bgt, satu-persatu sblum kjadian mnakutkan itu. Kakak mlempar senyumnya ke aq, itu senyumnya yg terakhir di dunia, dia kasih senyum terakhir itu bwtq. Itu mengubah hampir total smw ttg aq.

kedua..g ad. Ya mgkn cm satu itu...moga g da lagi saat2 kygt.

terakhir mungkin q tulis smw ini krn mlm ini sepi gila.

Selasa, 28 April 2009

spirit overdosis

menjajah singgah untuk sekedar melamun

tidak secara terbatas untuk menyanggah setiap pendapat

atau lebih parah membantahnya

semua dapat dikatakan dengan tutur teratur bernada

tanpa merah-merah darah kami

apa nyawa sudah menjadi barang murah

hanya untuk sebuah perubahan

hanya itu

Kamis, 23 April 2009

sekaranglah

Olahan kata-kata dari serpihan waktu yang lunglai, menjadikan cerita tentang dunia yang lemah.

Keluhan kalimat-kalimat cinta dari hati, membuat cerminan pria yang mendesah gerah.

huh.

Kebohongan akan terungkap saat sang dajjal mendarat.

Sang Bayu tak lagi mau turunkan daru.

Sudah waktunya lidah-lidah itu dibuat kelu. Hingga tak sampai hati untuk sekedar memaki.

Atau bahkan sampai saatnya di mana mereka harus mati.

pagi buta

waktu itu kepala-kepala sedang berterbangan di atas khayal

lalu datanglah sesuatu, keras menimpa horison

disingkapkanlah gelap untuk cahaya yang mau lewat

malam begitu sinis untuk sekedar menyapa

tak seperti lolongan para anjing bawah selokan

waktu itu sangat sepi

waktu itu takkan kembali

waktu ini waktu

ini waktu ini

Rabu, 22 April 2009

Cengkareng, 22 Maret

Awan serasa lelah menggelayut di langit. Sebentar kemudian susut menyusut mereka jadi keriput, hilang.

Di sana masih berterbangan kereta langit. Sementara di jalanan ini, muka-muka lelah menghiasi. Bagai mengejar sang matahari, orang kantoran, kondektur, tukang ojek, sampai budak berlarian ke barat, memanjat ufuk.

Tak pernah dihirau satu-satu manusia itu, yang jelas, tujuan mereka sama. Arah mereka sama.
Sesampai di pinggir kali, busuk begitu menyengatnya, mereka tetap biarkan kumis-kumis tertusuk, lipstik-lipstik carut marut.

Adakah mata melirik mereka yang tergopoh menjinjing?
Adakah telinga mendengar mereka yang tersengal mengayuh?
Adakah hati teriris menyaksikan mereka yang mengiba sendu?

Mereka berlalu begitu saja.

di luar pintu rumah

diluar haru biru perubahan

ketetapan suatu etika adalah pasti

mutlak berkaca pada kebiasaan

tak menghirau apa yang ada pada seberang

tetap adalah tetap

sekeraskepala itukah?

tidak, hanya mempertahankan, seperti yang didamba bunda

hukum langit, katanya

tetap adalah tetap

apa itu?
lihat!
semua berubah.

Minggu, 19 April 2009

Saat-Saat

Aku inginkan hilang pekat di arang. Menghitam sekam merajuk kelam.

Seperti kambuh, kepastian akan sesuatu memburam.

Selaras Slamet tegap menghadap. Seganas Pangandaran menyeringai.
Sesosok pinang berayun lembut mengipas semua.

Patrian takdir berkelokan, akan kutemukan.

kutemukan

Telah aku petik lagi satu inspirasi, kususun rapi dengan ribuan bentang kait imajinasi.

Yang kurekatkan dalam ragu religi.

Kumasukkan beberapa ideologi.

Semua kubungkus dalam tragedi.

Saat eksklusivitas yang parah ini menyerangku.

Inilah malam. Inilah

Rabu, 01 April 2009

takutakut

Hilangkanlah memoriku saat senja menjala gelap. Tak kumau denting-denting keluar dari tangga. Dari haribaan kuharap semua sepi. Dari ujung ini kuingin kecemasan akut ini pergi. Dari luar tatap-tatap daun seakan bosan. Semua risauku tersemat dalam kalimat, kuabaikan do'a sesaat termaktub dalam hikayat menyayat.

Rindingku mengesatkan darah.

Selasa, 31 Maret 2009

hey

kutiupkan dari paru-ku satu rindu

kusampaikan dalam diam mendalam padamu,

kawan.

Jumat, 27 Maret 2009

ilalang beton

Ribuan binatang besi lewat. Tanda bahwa keserakahan akan berdiri di sekitarnya. Benar saja, tak perlu saya beruban menantinya. Ilalang menjulang, berlomba menggapai langit. Di bawah sana manusia ber-tayamum karbon knalpot. Mata mereka berlafaz "rupiah". Terserak berteriak mengiba. Demi sengkarut kepalsuan yang jelas-jelas menipu.

Inilah peradaban. Tanda bahwa logika berada di pucuk-pucuk kemajuan. Menjuntai seiring ilalang. Bergoyang seirama zaman.

dilacurkanlah harga diri
tak lagi ada pertanyaan tentang Tuhan

trilogi oknum

Pertama kita saksikan mereka menceracau entah apalah itu. Larilah dari kenyataan bahwa merekalah di balik itu semua. Kebenaran memanglah berinduk fakta, hanya saja sejarah tergenggam oleh sang penguasa. Sebutlah ia Soekarno, tercabut linggis supersemar. Kebenaran berubah pertanyaan berjilid.

Kedua kudengar lagi rusuh Jakarta. Rupiah bikin gara-gara. Busuk itu menyengat kembali, nyawa-nyawa menguap, dibantai juga para Cina. Berdirilah mereka mahasiswa. Di Senayan mereka berkuasa. Bikin bingung penidur di dewan. Kebenaran terus mencari jatidiri.

Terakhir kudengar mereka ribut lagi. Kali ini samar-samar kudengar mereka bikin onar. Buang kentut sembunyi pantat, ha, mereka beraksi. Lembar-lembar duit menutup mata batin. Buai-buai celoteh dahulu mereka lupa. Beberapa mereka masih menimbang dosa. Toh, sang penguasa berkata, mereka hanya oknum.

Kamis, 26 Maret 2009

anak seksolah

Ini kami, kami perkenalkan kami. Kami tidak memfotokopi, lebih pantas mengidolai yang di tivi. Kami tak peduli akan malu, yang kami cari hanya mau. Mau mau nafsu. Kami sedang mencari, dan tidak ingin diberi hati. Kami bisa melakukan sendiri.

Berbekal sekuku ilmu, sebutir logika, dan sedikit olesan agama yang hampir pudar kami keluar dari rumah. Kami hampiri semua lekuk jalan. Kami sapa tiap teman fana. Setelah matahari tersengal muncul bulan dengan bugar. Kami masih sama, hanya mengidolai. Cuma mengikuti. Ada riuh rendah disana, kami cepat menyusul, saat ramai pindah disini kami kembali.

Kini olesan agama hilang sama sekali. Mau mengalahkan malu. Logika terpatahkan cinta. Ilmu terdiam kelu. Telah kami bentang tubuh di atas bejat pria. Terserah padanya.
Lalu kami menangis, meratap seonggok seragam di pojok kamar.

heroikisitas tol

Saatnya sang kaya raya berjalan. Melenggang. Tak mau dia lihat ingus rakyat. Terlupakan olehnya rintih para jelata. Mana aku mau berdampingan mereka, bau!, katanya sombong. Wow, lihatlah betapa gagahnya kota ini. Terbahaklah ia bersama sesama bangsat...

lalu singkat kata
berderulah eskavator
usir mereka si empunya harga diri
acuhkan isak-isak ibunya
bakar mereka
gebuk para pembela
ratakan gubuknya
keraskan dengan jutaan kantung semen
tuangkan aspal panas di atas mereka

Sekali lagi keangkuhan membuktikan keberadaannya
Tol telah melilit kota
sang kaya raya melenggang tenang



Lupakan rakyat di bawah sana!

di ufuk tanahku

anak pinak moyang tumbuh
cepatpun jeda ayam berkokok
sampai dalam senyapnya
sadarlah, bahwa tanahku telah berubah

apa itu sekarang dendang
mungkin anak pinak moyang tak kenal
lalu terus diikuti evolusi lidah,mungkin
mereka lebih mengenal pizza

rasa tergusur kembali menyergap
tak sendiri kuratap tanahku
ada ribuan terusir ke pinggir
terus terenung setiap petak
telah kucoba untuk menjawab
semua kutatap, di ufuk tanahku

Rabu, 25 Maret 2009

ratap senja

tak pastilah dia itu
apa mengigil atau tersengal
masih beberapa wejangan ia tuntunkan pada mereka
orang yang tercinta
dia sang perkasa saat muda

lalu bertanyalah kepada istrinya : Apa aku telah menjadi suami yang baik?Apa saja yang telah kuberikan padamu?
hening..
tersedu istri menjawab : lihat, kau memberiku tiga orang anak yang kucintai,rumah sebesar ini jugalah tanda cintamu...

berlanjut bertanyalah kepada anaknya : Apa aku seorang ayah yang baik?Apa saja yang telah kuberikan pada kalian?
diam..
terbata sang sulung menjawab : ya ayah, lihatlah aku sukses, kau memberiku pendidikan tertinggi..

lalu bertanyalah ia pada diri sendiri : hai aku, Apakah aku seorang yang baik?apa saja yang telah kuberikan padamu?
dalam heningnya sang tua menjawab terbata : ya Aku orang yang baik tapi Aku tidak memberi Aku bekal apapun untuk matiku...