menjajah singgah untuk sekedar melamun
tidak secara terbatas untuk menyanggah setiap pendapat
atau lebih parah membantahnya
semua dapat dikatakan dengan tutur teratur bernada
tanpa merah-merah darah kami
apa nyawa sudah menjadi barang murah
hanya untuk sebuah perubahan
hanya itu
Selasa, 28 April 2009
Kamis, 23 April 2009
sekaranglah
Olahan kata-kata dari serpihan waktu yang lunglai, menjadikan cerita tentang dunia yang lemah.
Keluhan kalimat-kalimat cinta dari hati, membuat cerminan pria yang mendesah gerah.
huh.
Kebohongan akan terungkap saat sang dajjal mendarat.
Sang Bayu tak lagi mau turunkan daru.
Sudah waktunya lidah-lidah itu dibuat kelu. Hingga tak sampai hati untuk sekedar memaki.
Atau bahkan sampai saatnya di mana mereka harus mati.
Keluhan kalimat-kalimat cinta dari hati, membuat cerminan pria yang mendesah gerah.
huh.
Kebohongan akan terungkap saat sang dajjal mendarat.
Sang Bayu tak lagi mau turunkan daru.
Sudah waktunya lidah-lidah itu dibuat kelu. Hingga tak sampai hati untuk sekedar memaki.
Atau bahkan sampai saatnya di mana mereka harus mati.
pagi buta
waktu itu kepala-kepala sedang berterbangan di atas khayal
lalu datanglah sesuatu, keras menimpa horison
disingkapkanlah gelap untuk cahaya yang mau lewat
malam begitu sinis untuk sekedar menyapa
tak seperti lolongan para anjing bawah selokan
waktu itu sangat sepi
waktu itu takkan kembali
waktu ini waktu
ini waktu ini
lalu datanglah sesuatu, keras menimpa horison
disingkapkanlah gelap untuk cahaya yang mau lewat
malam begitu sinis untuk sekedar menyapa
tak seperti lolongan para anjing bawah selokan
waktu itu sangat sepi
waktu itu takkan kembali
waktu ini waktu
ini waktu ini
Rabu, 22 April 2009
Cengkareng, 22 Maret
Awan serasa lelah menggelayut di langit. Sebentar kemudian susut menyusut mereka jadi keriput, hilang.
Di sana masih berterbangan kereta langit. Sementara di jalanan ini, muka-muka lelah menghiasi. Bagai mengejar sang matahari, orang kantoran, kondektur, tukang ojek, sampai budak berlarian ke barat, memanjat ufuk.
Tak pernah dihirau satu-satu manusia itu, yang jelas, tujuan mereka sama. Arah mereka sama.
Sesampai di pinggir kali, busuk begitu menyengatnya, mereka tetap biarkan kumis-kumis tertusuk, lipstik-lipstik carut marut.
Adakah mata melirik mereka yang tergopoh menjinjing?
Adakah telinga mendengar mereka yang tersengal mengayuh?
Adakah hati teriris menyaksikan mereka yang mengiba sendu?
Mereka berlalu begitu saja.
Di sana masih berterbangan kereta langit. Sementara di jalanan ini, muka-muka lelah menghiasi. Bagai mengejar sang matahari, orang kantoran, kondektur, tukang ojek, sampai budak berlarian ke barat, memanjat ufuk.
Tak pernah dihirau satu-satu manusia itu, yang jelas, tujuan mereka sama. Arah mereka sama.
Sesampai di pinggir kali, busuk begitu menyengatnya, mereka tetap biarkan kumis-kumis tertusuk, lipstik-lipstik carut marut.
Adakah mata melirik mereka yang tergopoh menjinjing?
Adakah telinga mendengar mereka yang tersengal mengayuh?
Adakah hati teriris menyaksikan mereka yang mengiba sendu?
Mereka berlalu begitu saja.
di luar pintu rumah
diluar haru biru perubahan
ketetapan suatu etika adalah pasti
mutlak berkaca pada kebiasaan
tak menghirau apa yang ada pada seberang
tetap adalah tetap
sekeraskepala itukah?
tidak, hanya mempertahankan, seperti yang didamba bunda
hukum langit, katanya
tetap adalah tetap
apa itu?
lihat!
semua berubah.
ketetapan suatu etika adalah pasti
mutlak berkaca pada kebiasaan
tak menghirau apa yang ada pada seberang
tetap adalah tetap
sekeraskepala itukah?
tidak, hanya mempertahankan, seperti yang didamba bunda
hukum langit, katanya
tetap adalah tetap
apa itu?
lihat!
semua berubah.
Minggu, 19 April 2009
Saat-Saat
Aku inginkan hilang pekat di arang. Menghitam sekam merajuk kelam.
Seperti kambuh, kepastian akan sesuatu memburam.
Selaras Slamet tegap menghadap. Seganas Pangandaran menyeringai.
Sesosok pinang berayun lembut mengipas semua.
Patrian takdir berkelokan, akan kutemukan.
Seperti kambuh, kepastian akan sesuatu memburam.
Selaras Slamet tegap menghadap. Seganas Pangandaran menyeringai.
Sesosok pinang berayun lembut mengipas semua.
Patrian takdir berkelokan, akan kutemukan.
kutemukan
Telah aku petik lagi satu inspirasi, kususun rapi dengan ribuan bentang kait imajinasi.
Yang kurekatkan dalam ragu religi.
Kumasukkan beberapa ideologi.
Semua kubungkus dalam tragedi.
Saat eksklusivitas yang parah ini menyerangku.
Inilah malam. Inilah
Yang kurekatkan dalam ragu religi.
Kumasukkan beberapa ideologi.
Semua kubungkus dalam tragedi.
Saat eksklusivitas yang parah ini menyerangku.
Inilah malam. Inilah
Rabu, 01 April 2009
takutakut
Hilangkanlah memoriku saat senja menjala gelap. Tak kumau denting-denting keluar dari tangga. Dari haribaan kuharap semua sepi. Dari ujung ini kuingin kecemasan akut ini pergi. Dari luar tatap-tatap daun seakan bosan. Semua risauku tersemat dalam kalimat, kuabaikan do'a sesaat termaktub dalam hikayat menyayat.
Rindingku mengesatkan darah.
Rindingku mengesatkan darah.
Langganan:
Postingan (Atom)